قَدْ اَفْلَحَ الْمُؤْمِنُوْنَ الَّذِيْنَ هُمْ فِىْ صَلاَتِهِمْ خَاشِعُوْنَ
“Sesungguhnya telah beruntung orang-orang mukmin, yaitu mereka yang khusyu dalam shalatnya”
TAGARISLAM.COM,- Perintah dan ajakan kepada orang-orang beriman untuk melaksanakan tuntunan agama dengan baik. Harapan tersebut dapat menjadi kepastian, jika mereka menghiasi diri dengan shalat sebagai oleh-oleh utama peristiwa besar “Isra dan Mi’raj” Nabi Muhammad Saw. Itu sebabnya awal surat ini menggunakan kata “Qad” yang mengandung kepastian.
Ayat di atas “Sesungguhnya telah” yakni “pasti beruntunglah ” mendapat apa yang didambakan “orang-orang mukmin“, yang mantap dan kokoh imannya membuktikan kebenarannya dengan amal-amal saleh yaitu”mereka yang khusyu dalam shalatnya“, yaitu tenang, rendah hati lahir dan batin, dan perhatiannya terfokus kepada shalat yang dikerjakan.
Kata “Aflaha” terambil dari kata “al-falh” maknanya “membelah”. Petani dinamai “al-Fallaah” karena dia mencangkul untuk membelah tanah kemudian benih ditanam. Benih itu melahirkan buah harapannya. Dari arti ini kata “al-Falh” ialah memperoleh apa yang diharapkan, dan kondisi demikian melahirkan kebahagiaan
Kebahagiaan duniawi ialah memperoleh hal-hal yang menjadikan hidup di dunia nyaman, antara lain kelanggengan hidup, kekayaan dan kehormatan. Sementara Ukhrawi, yaitu wujud yang langgeng tanpa kepunahan, kekayaan tanpa kebutuhan, kehormatan tanpa kehinaan, dan ilmu tanpa ketidaktahuan.
Iman menurut bahasa ialah pembenaran hati menyangkut apa yang didengarnya. Iman merupakan kepatuhan dan pembenaran yang disertai dengan pelaksanaan konsekuensinya. Dengan begitu bahwa iman kepada Allah dalam pengertian Al-Qur’an ialah pembenaran tentang keesaan-Nya, para Malaikat-Nya, para Rasul-Nya, kitab-kitab-Nya, hari kemudian, dan takdir-Nya.
Pada setiap ayat Al-Qur’an menyebut kaum mu’minin dengan sifat indah dan ganjaran melimpah. Sebagai contoh yaitu:
مَنْ عَمِلَ صَالِحًا مِنْ ذَكَرٍ اَوْ أُنْثَى وَهُوَ مُؤْمِنٌ فَلَنُحْيِيَنَّهُ حَيَاةً طَيِّبَةً
“Siapa yang mengerjakan amal saleh baik lelaki maupun perempuan, sedang dia beriman , maka pasti Kami menghidupkannya dengan kehidupan yang baik”. QS. An-Nahl:97.
Kata “Shalaatihim” itu menisbahkan kepada pelakunya, bukan kepada Allah, walaupun pada hakekatnya shalat tersebut ditujukan kepada-Nya. Pelaku itulah yang akan memperoleh manpaat aktifitas shalatnya.
جُعِلَتْ قُرَّةُ عَيْنِيْ فِى الصَّلاَةِ
“Telah dijadikan kesenanganku di dalam shalat”
Rasul Saw., bersabda: “Hal pertama yang akan dihisab dari seorang hamba kelak di hari kiamat adalah shalatnya, kalau ia menyempurnakannya maka akan di tulis untuknya sempurna. Kalau tidak menyempurnakannya Allah berkata kepada malaikat-Nya:”Lihatlah, apakah kalian mendapati shalat sunnah yang dikerjakan hamba-Ku. Maka dengannya kalian sempurnakan yang wajib. Kemudian zakat, kemudian amalan-amalan juga seperti itu.” HR, Ahmad, Abu Daud
Kemenangan umat terkait dengan do’a mereka, dengan shalat mereka, dan dengan keikhlasan mereka.
Orang-orang yang beriman enggan menterlantarkan shalatnya.
Dari Jabir R.a ia berkata: Rasulullah Saw. bersabda:
بَيْنَ الْكُفْرِ وَالاِيْمَانِ تَرِكُ الصَّلاَةِ
“Pembatas antara kekufuran dan keimanan adalah meninggalkan shalat”.
“Sesungguhnya shalat itu mencegah dari perbuatan-perbuatan keji dan mungkar”. QS. Al-Ankabut:45.
Dari Sa’ad r.a. ia berkata: Rasul Saw. bersabda:
اِنَّمَا يَنْصُرُ اللهُ هذِهِ اْلاُمَّةَ بِضَعِيْفِهَا بِدَعْوَتِهِمْ وَصَلاَتِهِمْ وَاِخْلاَصِهمْ
“Hanyalah umat ini akan dimenangkan dengan kaum lemahnya, dengan do’a mereka, shalat mereka, dan keikhlasan mereka.” HR. Annasaai.
Khaasyi’uun, berarti diam dan tenang, ini merupakan kesan khusus dalam sanubari siapa yang khusyu terhadap siapa yang ditujunya. Sehingga ia mengarah sepenuh hati dan mantap.
Para ulama fiqh berbeda pendapat tentang husyu dalam shalat. Apakah husyu itu wajib atau sunnah. Mayoritas ulama tidak mewajibkannya, namun ulama tasawwuf mewajibkannya. Para ulama fiqh tidak memasukkan kekhusyuan dalam bahasan rukun atau syarat shalat, karena mereka menyadari bahwa husyu banyak berkaitan dengan kalbu, sedang mereka pada dasarnya hanya mengarahkan pandangan ke sisi lahiriyah manusia.
نَحْنُ نَحْكُمُ بِالظَّوَاهِرِ وَاللهُ يَتَوَلَّى السَّرَائِرَ
“kami hanya menetapkan hukum berdasar yang lahir dan Allah yang menangani yang batin”.
Khusyu adalah kondisi kejiwaan yang tidak dapat terjangkau hakikatnya oleh pandangan manusia. Khusyu adalah rasa takut jangan sampai shalat yang dilakukannya tertolak. Rasa takut ini adalah ditandai dengan ketundukan mata ketempat sujud. Rasa takut bercampur dengan kesigapan dan kerendahan hati.
Ibnu Katsir menulis bahwa khusyu dalam shalat baru terlaksana bagi yang konsentrasi jiwanya bagi shalat dan mengabaikan yang lain. Imam Arrazi menulis bahwa apabila seseorang sedang shalat maka terbukalah tabir antara dia dengan Tuhan, tetapi ketika dia menoleh, tabir itupun menutup.
Rajab inilah momentum untuk meningkatkan nilai kualitas shalat kita. Disamping keinginan memperoleh keberkahan umur dibulan rajab dan syakban, juga perjalanan umur ini dipertemukan dengan bulan suci ramadhan, bulan penuh cinta untuk hamba-hamba-Nya.
Wallahu ‘alamu Bisshawaab!.
penulis : H.Zaenal Asikin